Selasa, 19 April 2011

PENERAPAN MODELPEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SCRAMBLE DI KELAS VII SMP NEGERI 4 BANJARMASIN TAHUN PELAJARAN 2009 / 2010


PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE SCRAMBLE DI KELAS VII SMP NEGERI 4 BANJARMASIN
TAHUN PELAJARAN 2009 / 2010

I.       LATAR BELAKANG
Dunia pendidikan yang saat ini sedang berkembang pesat membuat persaingan di berbagai negara. Dengan bantuan dari berbagai media, pengetahuan dapat di peroleh dengan mudahnya. Namun, hal yang demikian memerlukan suatu filter agar pengetahuan yang diperolehnya dapat berguna bagi dirinya secara khusus, dan negara secara umum.
Matematika merupakan bidang studi yang harus bisa dikuasai oleh siswa, karena merupakan sarana pemecahan masalah sehari-hari. Banyak orang berpikir bahwa matematika merupakan bidang studi yang paling sulit dan jarang diminati, karena matematika merupakan suatu subjek ideal untuk mengembangkan pola pikir anak di usia dini, usia di pendidikan dasar, pendidikan lanjutan tingkat pertama, pendidikan menengah, maupun bagi mereka yang sudah berada di bangku kuliah.
Sekolah menengah pertama ( SMP ) merupakan lanjutan dari pendidikan  Sekolah Dasar ( SD ). Di tingkat inilah pembelajaran matematika di sajikan lebih sulit dari pendidikan sebelumnya, sajian yang sedikit lebih rumit ini banyak membuat siswa berpikir bahwa matematika sangatlah sulit untuk dipelajari dan di telaah lebih dalam. Pandangan siswa ini merupakan bentuk respon negatif dari pola pikirnya karena kurangnya aspek penunjang dalam pembelajaran matematika seperti penyedian media, bentuk pembelajaran yang membosankan, maupun dari kemauan siswa itu sendiri.
Oleh karena itu guru harus mempunyai sebuah kemampuan khusus yang mampu menjadikan matematika itu suatu bidang studi yang menyenangkan. Guru harus mampu memberikan sajian pelajaran yang menarik dan inspiratif bagi siswa agar pembelajaran matematika menjadi optimal. Hal ini sangat diperlukan untuk mengubah pola pikir negatif siswa sehingga matematika itu dapat menjadi pelajaran yang menyenangkan dan membuat siswa aktif mengikuti pembelajaran matematika.
Salah satu cara pengajaran matematika yang mampu membuat siswa aktif berpikir adalah pembelajaran dengan Model Kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat cocok di pergunakan karena metode pembelajaran ini mengharuskan siswa aktif berpikir dan mencari suatu jawaban atas permalahan yang di sajikan oleh guru. Model Kooperatif mempunyai banyak tipe yang bervariasi dalam pelaksanaannya, sehingga banyak pilihan tipe yang dapat dipergunakan oleh guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan kreatifitas berpikir siswa. Salah satu tipe dari model kooperatif yang di gunakan adalah tipe Scramble. Tipe Scramble menyajikan sedikit permainan dalam kelompok yang di bentuk dan dapat membuat semua siswa yang tergabung dalam kelompoknya masing-masing lebih aktif menyelesaikan dan mencari jawaban atas pertanyaan maupun soal-soal yang disajikan. Selain itu juga tipe Scramble menyajikan suasana yang menyenangkan yang dimaksudkan untuk menghilangkan kejenuhan siswa dalam pembelajaran matematika. Tentu saja tipe Scramble harus meningkatkan pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang di sajikan guru.
Berdasarkan uraian singkat diatas, tentu saja penulis berminat untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul ”PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SCRAMBLE DI KELAS VII SMP NEGERI 4 BANJARMASIN TAHUN PELAJARAN 2009 / 2010 ”

II.                RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti, yaitu :
1)      Bagaimana aktivitas siswa dalam pengajaran matematika dengan menggunakan Model Kooperatif tipe Scramble di kelas VII SMP Negeri 4 Banjarmasin tahun pelajaran 2009 / 2010.
2)      Bagaimana hasil belajar siswa dengan menggunakan Model Kooperatif tipe Scramble di kelas VII SMP Negeri 4 Banjarmasin tahun pelajaran 2009 / 2010.
3)      Bagaimana persepsi siswa terhadap penggunaan Model Kooperatif tipe Scramble di kelas VII SMP Negeri 4 Banjarmasin tahun pelajaran 2009 / 2010.

III.             BATASAN MASALAH
            Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka masalah dalam penelitian ini di batasi sebagai berikut :
1.      Siswa yang diteliti adalah siswa kelas VII B SMP Negeri 4 Banjarmasin tahun pelajaran 2009 / 2010.
2.      Penelitian dilakukan hanya pada subpokok bahasan  Luas dan Keliling Persegi dan Persegi Panjang.

IV.             TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1)      Mendeskripsikan aktivitas siswa dalam pengajaran matematika dengan menggunakan Model Kooperatif tipe Scramble di kelas VII SMP negeri 4 Banjarmasin tahun pelajaran 2009 / 2010.
2)      Mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan Model Kooperatif tipe Scramble di kelas VII SMP Negeri 4 Banjarmasin tahun pelajaran 2009 / 2010.
3)      Mengetahui persepsi siswa terhadap penggunaan Model Kooperatif tipe Scramble di kelas VII SMP Negeri 4 Banjarmasin tahun pelajaran 2009 / 2010.

V.                MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1)        Guru dan sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan metode pengajaran pendidikan matematika di sekolah untuk memaksimalkan hasil belajar siswa.
2)        Untuk meningkatkan  minat dan motivasi  belajar terhadap matematika, sebagai motivasi untuk lebih meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar matematika, dan menghilangkan kejenuhan dan menjadikan matematika menyenangkan peneliti.
3)        Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam bidang pendidikan dan sebagai bahan masukan bagi peneliti sebagai calon guru.

VI.             ANGGAPAN DASAR
Anggapan dasar yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1)      Situasi, kondisi belajar, kemampuan dasar serta tingkat perkembangan  mental dan intelektual  siswa yang diteliti relatif sama,
2)      Alat evaluasi yang digunakan telah memenuhi kriteria alat ukur yang baik,

VII.          TINJAUAN PUSTAKA
      VII.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran
      Belajar memang bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada anak didik. Belajar perlu keterlibatan mental dan dan tindakan dari pelajar atau siswa itu sendiri.
Menurut Usman dan Setiawati (2001:4), mendefinisikan belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya.
Menurut Dzamarah & Zain (2002 : 10-11), belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek  organisme atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru. Jadi, hakikat belajar adalah perubahan.
   Slameto (2003 : 2) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Dengan demikian dapat disimpulkan rumusan tentang belajar yaitu:          
(a)    Belajar akan membawa perubahan.
(b)   Perubahan terjadi karena suatu usaha dan proses yang menimbulkan pengalaman.
(c)    Dari perubahan diperoleh kecakapan baru
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. (Wikipedia.com)

Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.
Menurut Gagne dan Briggs (1979:3) pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
Menurut UU No. 20/2003 Bab I Pasal Ayat 20, Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

          VII.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Slameto (2003 : 54 - 71), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah sebagai berikut:
faktor internal, yaitu faktor yang ada dalam diri individu terdiri dari :
1.  Faktor jasmaniah, meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh.
2.  Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan dan kesiapan belajar.
3.  Faktor kelelahan, baik berupa kelelahan jasmaniah maupun kelelahan rohaniah (bersifat psikis).
faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar individu yang terdiri dari:
1.  Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik anak, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, perhatian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.
2.  Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dan siswa, disiplin sekolah, alat pengajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, dan tugas rumah.
3.  Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

VII.3 Teori Belajar
   VII.3.1 Teori Belajar Menurut Bruner
              Bruner dalam teorinya menyatakan bahawa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur . Buner mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberikan kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Bruner juga mengungkapkan dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap, yaitu:
(1)  Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive)
        Dalam tahap ini anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek.
(2)  Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic)
        Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif.
(3)  Tahap Simbolik ( Symbolic)
        Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil.
        Bruner mengungkapkan bahwa dalam proses belajar, siswa melakukan aktivitas dengan melihat kemudian dihubungkan dengan keterangan intuitif yang ada pada dirinya (Tim MKPBM, 2001 : 45).

              VIII.3.2 Teori Belajar Menurut Piaget
        Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif sebagai Skemata, yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya.
        Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan bahwa ada 4 tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis, yaitu :
1.  Tahap Sensori Motor, dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun.
2.  Tahap Pra Operasi, dari sekitar umur 2 tahun  sampai dengan sekitar umur 7 tahun.
3.  Tahap Operasi Konkrit, dari sekitar umur 7 tahun  sampai dengan sekitar umur 11 tahun.
4.  Tahap Operasi Formal, dari sekitar umur 11 tahun dan seterusnya(Tim MKPBM, 2001).

            VII.6 Pengertian Model
Menurut Nana Sudjana ( 2008 : 76 ), model mengajar adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Metode dapat berarti cara ilmiah, jalan, prosedur ilmiah, dengan istilah lain metode yaitu cara yang dianggap efisien yang digunakan guru untuk menyampaikan mata pelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif (Rodhiyah:2006).
              Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa Model pengajaran merupakan cara yang ditempuh guru dalam proses belajar mengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.


            VII.7 Model Kooperatif
            Pembelajaran kooperatif ( Cooperative Learning ) sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyataan itu, belajar berkelompok secara kooperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi, kominukasi, dan sosialisasi karena kooperatif adalah miniatur dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
            Model belajar yang menekankan belajar dalam kelompok heterogen saling membantu satu sama lain, bekerja sama menyelesaikan masalah, dan menyatukan pendapat untuk memperoleh keberhasilan yang optimal baik kelompok maupun individual.
            Model pembelajaran kooperaif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan , atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif ( kompak-partisipatif ), tiap anggota kelompok terdiri dari atas 4 – 5 orang, siswa heterogen ( kemampuan, gender, karakter ), ada kontrol dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau persentasi. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
    1. Menyampaikan  tujuan dan memotivasi siswa.
    2. Menyajikan informasi.
    3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
    4. Membimbing kelompok belajar dan bekerja.
    5. Evaluasi
    6. Memberikan penghargaan.
Metode pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe dan langkah yang berbeda-beda.
Beberapa tipe dari model pembelajaran kooperatif antara lain :
1.      Student Teams Achievement Division ( STAD )
2.      Jigsaw
3.      Numbered Head Together ( NHT )
4.      Teams Games Tournament ( TGT )
5.      Team Assisted Individuality ( TAI )
6.      Scramble

VII.8 Metode Kooperatif tipe Scramble
Scramble merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang di sajikan dalam bentuk kartu. Sintaknya adalah :
1.      Buatlah kartu soal sesuai materi bahan ajar.
2.      Buat kartu jawaban dengan di acak nomornya.
3.      Sajikan materi.
4.      Bagikan kartu soal pada kelompok dan kartu jawaban.
5.      Siswa berkelompok mengerjakan kartu soal.
6.      Siswa mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok.
VII.9 Pengertian Matematika
Seorang guru besar matematika dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta mengatakan bahwa ’matematika itu cantik’. Prof. Ir. RMJT Soehakso yang dulunya seorang petinju ini mengakui bahwa kecantikan matematika itu terletak pada ketajaman struktur logikanya. Hampir semua dalil, proposisi, atau teorema di dalam matematika dinyatakan dengan simbolisme logika. Dengan simbol itu hubungan antara besaran-besaran dan variabel dapat dilakukan secara tegas. Kelebihan pengungkapan yang demikian adalah kalimat-kalimat verbal yang panjang dapat diringkaskan dan tidak menimbulkan makna ganda. Sesungguhnya itulah kelebihan bahasa matematika yang bersifat universal.
Elea Tinggih dalam TIM MKPBM (2001) mengatakan bahwa: berdasarkan etimologis perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran.
Dalam buku yang sama James dan James (1976) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep  berhubungan satu dengan yang lain dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu : aljabar, analisis, dan geometri.
Selanjutnya Johnson dan Rising (1972) mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada bunyi.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa matematika adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang memiliki bentuk, susunan, besaran, serta ide-ide atau konsep-konsep yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya dan diperoleh dengan berpikir deduktif, terstruktur secara logis dan sistematis dari konsep yang paling sederhana hingga konsep yang paling komplek.

VIII.10 Hakekat Pembelajaran Matematika
Pemikiran bahwa pembelajaran matematika lebih utama dibandingkan dengan pengajaran matematika mengandung konsekuensi bahwa pembelajaran matematika seharusnya mengoptimalkan keberadaan dan peran siswa sebagai pembelajar, karena filosofi antara pengajaran dan pembelajaran matematika sesungguhnya berbeda, maka “pengajaran” matematika hendaknya harus berubah paradigmanya, yaitu:
(1)   dari teacher centered manjadi learner centered,
(2)   dari teaching centered manjadi learning centered,
(3)   dari content based menjadi competency based,
(4)   dari product of learning menjadi process of learning,
(5)   dari sumative evaluation menjadi formative evaluation.
Guru semestinya memandang kelas sebagai tempat di mana masalah yang menarik di-eksplor oleh siswa dengan menggunakan ide-ide matematika. Sebagai contoh, seorang siswa dapat mengukur benda-benda nyata secara langsung, mengumpul informasi dan menjelaskan apa yang mereka kumpulkan dengan menggunakan statistik atau menjelajahi sebuah fungsi melalui pengujian grafiknya. Dengan berlandaskan kepada prinsip pembelajaran matematika yang tidak sekedar learning to know, melainkan juga harus meliputi learning to do, learning to be, hingga learning to live together, maka pembelajaran matematika seharusnya bersandarkan pada pemikiran bahwa siswa yang harus belajar dan semestinya  dilakukan secara komprehensif dan terpadu.
   Siswa, dengan pembelajaran matematika diharapkan mampu memahami dan menguasai konsep, dalil, teorema, generalisasi, dan prinsip-prinsip matematika secara menyeluruh. Sementara melalui pencapaian sasaran efek ringan, mereka diharapkan mampu berpikir logis, kritis, dan sistematis. Melalui sasaran inipun mereka diharapkan lebih memahami keterkaitan antar topik dalam matematika dan keterkaitan serta manfaat matematika bagi bidang lain. Mereka juga dituntut untuk selalu hidup tertib dan disiplin, mencintai lingkungan sekitarnya, dan mampu memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang berkaitan dengan matematika (Tim MKPBM, 2001: 255-256).

VII.11 Hasil Belajar
         Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.
Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Hasil belajar adalah kemampuan - kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima         pengalaman         belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.

VIII.       METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta fenomena yang diselidiki (Nazir,1999).
   VIII.1 Populasi dan Sample
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VII SMP Negeri 4 Banjarmasin yang berjumlah 320 orang. Sampel penelitian dipilih hanya 1 kelas yang berjumlah 40 orang. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII tahun pelajaran 2009/2010.
            VIII.2 Teknik Pengumpulan Data
   Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1)     Observasi
      Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dan mendeskripsikan  aktivitas siswa dalam proses pembelajaran matematika dengan menggunakan metode kooperatif tipe scramble. Penilaian observasi terhadap aktivitas siswa menggunakan lembar observasi dengan penilaian sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik dan tidak baik. Penilaian ini dilakukan dengan memberi tanda cocok (√) pada setiap aspek yang diamati.
2)     Tes
      Teknik ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif tipe Scramble.
3)     Angket (kuisioner)
      Yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan metode kooperatif tipe Scramble.



         VIII.3 Teknik Analisa Data
1)      Rata-rata hasil belajar siswa
 
            Rata-rata hasil belajar siswa merupakan suatu data hasil tes yang dikumpulkan dan dianalisis. Nilai rata-rata ini didapat dengan menggunakan rumus :

                       
Keterangan:
         = nilai rata-rata hasil belajar ( mean )
   = jumlah skor tes seluruh siswa
   = jumlah data atau sampel
(Sudjana, 2005).                             
2)      Ketuntasan hasil belajar siswa
            Cara penilaian hasil belajar siswa menggunakan metode kooperatif tipe Scramble adalah dengan menggunakan rumus dari Usman dan Setiawati (2001) yaitu dengan rumus:
Keterangan:     N = nilai akhir

Kriteria yang digunakan dalam mengelompokkan hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut :

            Tabel 2. Kualifikasi hasil belajar

No.
Nilai
Keterangan
1.
86 - 100
Baik Sekali
2.
71 - 85
Baik
3.
56 - 70
Cukup
4.
41 - 55
Kurang
5.
< 40
Kurang Sekali
(Raport KTSP Departemen Pendidikan Nasional, 2006)
3)                  Respon Siswa
            Hasil pengisian angket digunakan untuk mengetahui bagaimana respon siswa terhadap metode kooperatif tipe Scramble. Dianalisis menggunakan teknik rumus persentase Sudijono (2005) sebagai berikut.
                                   

Keterangan:  
P       = angka persentase
f        = frekuensi yang sedang dicari presentasenya
N      = number of cases (jumlah frekuensi / banyaknya individu)

Interpretasi persentase untuk data respon siswa terhadap pembelajaran dengan metode kooperatif tipe Scramble menggunakan kriteria sebagai berikut.

            Tabel 3. Interpretasi persepsi siswa
Angka Persentase
Interpretasi
81,00% - 100,00%
61,00% – 80,00%
41,00% – 60,00%
21,00% – 40,00%
  0,00% – 20,00%
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
            (Arikunto, 2000).

IX.             JADWAL PENELITIAN

Penelitian ini memerlukan waktu sekitar empat bulan dengan perincian sebagai berikut :
No
Bentuk Kegiatan
Bulan ke-
1
2
3
4
1
Persiapan penelitian
X
X


2
Pelaksanaan penelitian


X

3
Pengolahan data


X
X
4
Penyusunan skripsi


X
X



X.                DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta: Jakarta.
Hamalik, Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Bandung.
                  Persada, Jakarta.
Munawar, Indra. 2209. Hasil Belajar ( pengertian dan Definisi ). (http://indramunawar.blogspot.com), diakses 23 Oktober 2009.
Nazir, M. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta: Jakarta.
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Tarsito, Bandung.
Hadi, Sutarto. 2005. Pendidikan Matematika Realistik. Tulip: Banjarmasin.
Arends, Richard I. 2008. Learning to Teach. Boston: McGraw-Hill Book Co.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Mas Media Buana Pustaka: Sidoarjo.
Silberman, Mel. Active Learning :101 Strategies to Teach Any Subject. Massachusettes : Allyn and Bacon.